Mahera Telah Diperkosa
Hutan lebat kian gersang,
sungai jernih kian keruh,
laut biru kian memburuk.
Kini burung-burung tak lagi terdengar nyanyiannya,
nelayan dan ikan tak lagi bercumbu,
petani dan ladang seolah terkubur.
Saat hutan, sungai, dan laut
dirusak para investor asing,
tawa seketika berubah menjadi duka,
senyum menjelma cemas.
APA YANG KITA RAYAKAN?
Di tengah hiruk pikuk perayaan kemerdekaan Indonesia, kita seolah dibuat buta, tuli, bahkan lupa. Lupa bahwa di balik gemuruh pesta dan upacara, ada petani yang kehilangan lahannya, nelayan yang kehilangan lautnya, buruh yang kehilangan haknya, dan begitu banyak rakyat yang terus ditindas.
Di tengah gegap gempita perayaan, jiwa kita seolah dimatikan. Kita abai bahwa masih banyak anak yang kelaparan dan terhalang pendidikan, masih banyak perempuan yang diperkosa, masih banyak rakyat yang dibungkam karena memilih melawan.
Di tengah riuhnya perayaan kemerdekaan, kita seolah dibuat tuli dan buta terhadap kebijakan keji pemerintah. Kita juga seolah dibuat lupa bahwa hukum jarang sekali berpihak kepada rakyat.
Seharusnya kita sadar: merdeka bukan hanya mengenang perjuangan masa lalu, melainkan juga memastikan kehidupan hari ini benar-benar adil bagi semua.
Maka, sekali lagi kita perlu bertanya
Apa yang sebenarnya kita rayakan?
Halmahera Yang Dijarah
Hampir semua dijarah mereka yang berkuasa.
Alam hijau penuh kehidupan,
kini suram, berwajah seram.
Kami dipaksa, disiksa,
hanya karena tak sepakat dengan mereka.
Manusia-manusia serakah,
yang merusak lalu merampas.
Alamku sudah rusak,
Halmahera telah gersang.
Dulu ladang kehidupan,
kini menjadi ladang kematian.
Hari demi hari,
satu demi satu dirampas dari kami.
Rakyat menjerit dalam kesengsaraan,
sementara mereka berpesta
dalam kemewahan.
Akankah tanah ibu kami selamat?
0 Komentar