Dok: Perempuan Pesisir Halmahera


Perempuan Pesisir Halmahera menggelar dialog publik secara daring pada Selasa, 2 Juni 2025, untuk memperingati Hari Anti Tambang. Dialog ini mengangkat tema Perempuan, Perlawanan, dan Industri Ekstraktif” dan menjadi ruang berbagi perempuan . 


Diskusi ini membahas situasi perempuan di wilayah Halmahera yang harus menghadapi dampak kerusakan lingkungan akibat kehadiran perusahaan tambang raksasa. 


Rifya, pendiri Komunitas Perempuan Pesisir, menyampaikan bahwa perempuan di Teluk Weda berhadapan langsung dengan kehancuran ruang hidup mereka, perusahaan tambang ini telah menghancurkan ekosistem laut dan darat yang menjadi sumber penghidupan perempuan. Mereka tidak hanya mengambil tanah, tapi juga mengambil masa depan kami


Situasi diperparah dengan temuan logam berat di lingkungan sekitar tambang yang sudah memakan korban. Di sisi lain, diskriminasi dalam kesempatan kerja juga menjadi sorotan, di mana perempuan jauh lebih dibatasi untuk bekerja dibanding laki-laki.


“Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan masih menganggap perempuan lemah secara fisik, sehingga keinginan perempuan bekerja dibatasi,” kata Rifya dalam disksui tersebut


Rifya juga mengungkapkan bahwa kekerasan terhadap perempuan pekerja masih kerap terjadi dan tidak mendapat perhatian baik dari perusahaan maupun pemerintah Halmahera Tengah. Ia menekankan bahwa situasi ini merupakan bentuk pengabaian terhadap hak-hak perempuan yang terdampak langsung oleh industri ekstraktif.


Lebih lanjut, Rifya mengaku pernah diteror oleh orang tak dikenal karena konsistensinya mengkritik kebijakan pemerintah dan perusahaan tambang.


Diskusi yang berlangsung selama dua jam ini menjadi panggung penting bagi perempuan pesisir untuk menyuarakan perlawanan dan mempertegas posisi mereka sebagai garda depan dalam perjuangan lingkungan dan keadilan gender.