"Kami Menolak segala bentuk kekerasan seksual yang terjadi dengan alasan apapun, kami berpihak terhadap korban dan, memberi simpati kepada penyintas kekerasan seksual "
![]() |
Dokumentasi Nisa, setelah sesi diskusi selesai terkait Kekerasan Seksual |
Memperingati Hari Perempuan Nasional, Pada Tanggal 25 Desember 2023. Korps PMII Putri (KOPRI) Komisariat Bumi Hijrah menyelenggarakan diskusi yang bertajuk “Bacarita Perempuan Peran Kohati Melihat Melihat Kasus Kekerasan dan Strategi KOPRI dalam Menyikapi Kekerasan Seksual Di tikep”
Kegiatan ini dilaksanakan di kampus Kampus Bumi Hijrah, Desa Akekolano Kecamatan Oba Utara, Kota Tidore Kepulauan. Diskusi ini pertama kali dilakukan Kopri PMII Komisariat Unibrah untuk refleksi Hari Perempuan Nasional.
Ketua Kohati HMI Junita Abdullah yang juga sebagai narasumber pertama memulai diskusi dengan menanggakat isu kekerasan yang terus mencuat di Tikep. Sebab begitu marak kekerasan terhadap anak usia dini sering di jumpai, sehingga kohati melakukan satu alternatif untuk meminimalisir kekerasan seksual yang terjadi kota Tikep.
"Tawaranny adanya education sex dengan tema dengan tema yang diangat Jangan Asal Sentuh Tubuh"kata Junita.
Dalam penjelasannya, Junita menambahkan bahwa berbagai persoalan yang dihadapi perempuan saat ini. Kesenjangan yang terjadi di berbagai negara terutama negara dunia ketiga dan wilayah pedesaan.
"Problem perempuan menjadi satu hal dasar kami Kohati dalam melihat isu kekerasan yang terjadi di kota tidore kepulauan" Tutupnya.
Juleha Masri Ketua KOPRI sebagai narasumber selanjutnya mengatakan bahwa kekerasan yang terjadi di Tikep semakin hari semakin meningkat yang terjadi pada perempuan bahkan sebagai obyek seksual
Dalam pembacaan situas KOPRI menawarkan strategi yang digunakan adalah proses penyadaran yang diberikan kepada seluruh elemen masyarakat terkait sex education, dan menawarkan harus ada kerjasama antara mahasiswa dan juga pihak sekolah agar kasus-kasus kekerasan dapat teridentifikasi dengan mudah. Strategi yang kedua Membangun jejaring kerjasama dengan pihak-pihak terkait (LSM & DP3A).
Yang dilakukan Kopri setelah kasus kekerasan seksual itu terjadi, pertama Kopri akan melakukan advokasi untuk mencaritahu data dan kronologis, mereka juga melakukan pendampingan yang psikologis dan hukum kepada korban.
Pentingnya mengetahui pendampingan psikologis dan hukum merupakan aspek penting dan sangat diperlukan korban sebagai satu perlindungan. Hal ini seperti yang telah dilakukan KOPRI sebelumnya yaitu mengawal kasus kekerasan seksual yang terjadi di Trans Tayawi berhasil naik sampai pada tahap persidangan dan pelaku sudah di penjarakan” Ujar Juleha.
![]() |
Disela-sela diskusi Kohati HMI dan PMI KOPRI Komisariat Universitas Bumi Hijrah Sofifi |
Berdasarkan data dari Kementrian Perlindungan Perempuan dan Anak (PPPA) per Februari 2022, sepanjang Tahun 2022 mencatat 1.411 kasus kekerasan terhadap perempuan (Catahu 2023).
Di Tahun 2023 (Januari-Oktober) angka kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak marak terjadi, hal ini menurut “data statistik” terdapat 192 kejadian di Maluku Utara yang memakan 230 korban dan melibatkan 444 pelaku. Dari jumlah tersebut 34,23% kekerasan seksual.
Dari tahun 2018-2023 telah terjadi 1276 kasus kekerasan di Maluku Utara dengan 97,02% korbannya adalah perempuan dan 13,09% lainnya adalah laki-laki dan puncaknya pada tahun 2023 korban perempuannya bahkan melebihi total kasus yang terjadi yang 107,81%
Tahun 2023 Januari – September) terdapat 39 kasus kekerasan yang terjadi di Tikep yang merupakan satu-satunya daerah dengan jumlah kasus yang terus naik.
Sejak tahun 2021 hingga sekarang, padahal kota tidore sudah mempunyai peraturan daerah No 4 tahun 2020 tentang perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan.
Mencermati makin marak dan banyak sekali kasus kekerasan seksual, maka kami memandang perlu tindakan tegas dan serius dari semua kalangan, khususnya Pemerintah Provinsi Maluku Utara untuk menanggulangi kekerasan seksual yang terjadi. Oleh karena itu kami dari gabungan Kopri & Kohati Komisariat Unibrah menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Menolak segala bentuk kekerasan seksual yang terjadi dengan alasan apapun, berpihak terhadap korban dan, memberi simpati kepada penyintas kekerasan seksual.
2. Mendesak dan menuntut aparat penegak hukum, khususnya Kepolisian, pemrov. Maluku Utara untuk menindak, mengusut, dan menegakkan hukum pada setiap peristiwa tindak pidana kekerasan seksual sesuai hukum yang berlaku di Indonesia secara profesional untuk menegakan keadilan di Indonesia.
3. Menuntut kehadiran negara (pemerintah) untuk melindungi dan memulihkan hak-hak penyintas kekerasan seksual.
4. Mendorong setiap Lembaga, Institusi, Organisasi dan masyarakat umum untuk selalu mengupayakan pencegahan dan proaktif dalam setiap peristiwa kekerasan seksual yang terjadi di masyarakat.
5. Setiap universitas sudah mesti ada satuan tugas (satgas) pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual
0 Komentar