"Tetapi  bagimana  membentuk  ruang  aman  sehingga  kehadiran  orang-orang  didekat  korban  tidak  memicu  rasa  trauma. Sebagai  pendamping korban  berilah  korban  kepercayaan  dan  rasa  yang  aman   agar  tidak  memicu  sters  dan  depresi  dan  kehidupan  orang-orang  di sekitanya  membuat  dirinya merasa  tenang  dan  damai"



Kasus kekerasan seksual akhir-akhir ini terus mengalami peningakatan, baik itu dilingkungan publik  sampai di rumah yang diangap tempat paling aman. Korbannya pun beragam baik itu perempuan, laki-laki dan jenis gender yang lain. Pelakunya bukan hanya orang yang tidak dikenal, bisa saja orang terdekat baik itu pacar, saudara l,  dan orang tua yang selama ini dianggap mampu melindungi dan menjaga kita.

Disini penulis akan memfokuskan pembahasan mengenai penanganan kasus kekerasan seksual yang di alami perempuan bukan bermaksud mengesampingkan gender yang lain, tapi hemat penulis selama ini yang terus menjadi korban dan angka kekerasannya terus meroket adalah perempuan, entah karena gender lain belum mendapatkan tempat khusus dari proses advokasi atau ketidak beranian korban
dalam spek up sehinga kasus kekerasan  berbasis  gender yang lain kurang begitu terangkat ke publik, terlepas dari itu 
semua perempuan rentan mengalami kasus kekerasan seksual.

Berikut  penulis  memaparkan  bentuk-bentuk  kekerasan  seksual yang  menjadi  bahan  evaluasi  kita terutama  perempuan.  


Bentuk-Bentuk  Kekerasan  Seksual


Sebelum membahas yang  lain   perlu diketahui  bahwa kekerasan seksual, berbeda  dengan kasus-kasus yang lain, sehinga dalam hal menentukan katagori kasus kekerasan seksual seseorang harus memperhatikan dengan teliti, apakah kasus tersebut termaksud dalam kasus kekerasan 
seksual. 

Karena selama ini penulis banyak menjumpai teman-teman mahasiswa dan organisasi rakyat,  sering mencampur adukan yang bukan termasuk katagori kekekerasan seksual dijadikan sebagai kasus kekerasan seksual.

Sehinga penulis merasa punya tanggung jawap untuk saling mengedukasi. Kekerasan seksual secara sederahana bisa diartikan sebagai satu tindakan yang mengarah pada  seksualitas seseorang . Ada  udd  yang  mengatur  hal tersebut  yang  awal-awal perancangannya di tahun 2014 masih bernama rancangan  Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS), memuat berbagai macam bentuk-bentuk kekerasan seksual. 

Tercatat ada sembilan betuk kekerasan seksual :
 Pelecehan Seksual
 Pemerkosaan
 Pemaksaan Perkawinan
 Pemaksaan Kotrasepsi
 Pemaksaan Pelacuran
 Pemaksaan Aborsi
 Penyiksaan Seksual
Perbudakan Seksual Dan
 Ekspolitasi Seksual

Namun dalam perkembangannya memunculkan berbagai macam penolakan, padahal sudah masuk di  dalam prolegnas di DPR-RI, dalam perjalanan mengalami perubahan bentuk menjadi  Rancangan Undangan-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) . disahkan dalam Rapat Paripurna DPRRI 12 April 2022. Yang mengatur Tindak Pidana :
Pelecehan Seksual Non Fisik
Pelecehan Seksual Fisik
Pemaksaan Kotrasepsi
Pemaksaan Sterilisasi
Pemaksaan Perkawinan
Penyiksaan Seksual
Ekspolitasi Seksual
Perbudakan Seksual Dan
Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik

Kasus kekerasan seksual di Maluku Utara tahun-ketahun terus mengalaman peningkatan, dari data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA), menyebut angka kasus 
pelecehan dan kekerasan terhadap perempuan dan anak makin hari meningkat. Sepanjang bulan  Januari-Juli tahun 2020, tercatat, ada 69 kasus dan mengalami pelonjakan pada tahun 2022 sebanyak 
263 korban kekerasan. 

Sementara Dinas Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak (PPPA)  Maluku Utara. Mencatat per juni 2023 saja telah terjadi sebanyak 154 kasus, itupun banyak kasus yang  belum terdata. Dengan melihat angka data diatas Maluku utara menjadi salah satu daerah yang cukup 
tidak aman. Dengan kasus yang terus meningkat, bahkan diikuti pula dengan penanganan yang tidak baik dan tidak  berprespektif  korban. 

Kadang korban menemui jalan buntu untuk menuntut keadilan. Sudah banyak 
kasus yang dilaporkan ke pihak berwenang namun tidak kunjung selesai dan menjadi pelengkap pengais kesedihan. Penanganan kasus kekerasan seksual berbeda dengan kasus-kasus yang lain. 

Seorang pendamping  dituntut bukan hanya sekedar memiliki empati terhadap kasus yang terjadi namun juga harus memiliki 
pengetahuan dalam penanganan yang berperpektif korban. hemat penulis banyak penanganan kasus  kekerasan seksual di Maluku Utara hanya bermodalkan semangat yang ujung-ujungnya bisa lebih 
memperkeruh masalah yang dialami oleh korban. Bahkan dalam penangan kasus terdapat banyak  kesalahan dalam pendampingan, baik itu keditakpedulian pada psikologi korban, rumah aman dan 
tuntutan korban terkait masalahnya. 

Bahkan kecendurungan penangan mengedepankan heroisme, sehinga sering terjadi vitiming blaming terhadap korban hinga menambah traumatik terhadap korban. Cara-cara pendampingan seperti ini sering terjadi dalam beberapa tahun belakan, terutama dikalangan  organisasi Mahasiswa, gerakan rakyat, lsm dan bahkan lembaga Negara Di Maluku Utara. 

Beberapa  waktu lalu,di Kota Ternate salah satu organisasi dalam penanganan kasus kekerasan seksual justru mempertemukan korban atau  penyintas dengan pelaku upaya menyelesaikan masalah  secara kekeluargaan.  Hal  inipun  terjadi  bukan  baru-baru  saja, upaya  penanganan  diselesaikan  secara  kekeluargaan  terjadi  berulang  kali di  beberapa organisasi.  

Ironisnya  organisasi  malah  mengeyangpingkan  korban  dan  memecat  korban  dengan  dalil  menjaga  nama baik organisasi  tersebut. Padahal tindakan seperti itu sangat bertentangan dengan Standar Oprasional Pelaksana (OSP) 
penanganan kasus kekerasan seksual, lebih parahnya memecat korban secara sepihak tampa  mempedulikan posisinya sebagai korban. Penulis juga mendapatkan laporan bahkan ada organisasi yang  memilihara pelaku dan tidak mempedulikan masalah yang di alami korban. Juga hal yang menjijikan!!!


Bagi penulis ketika melihat orang yang sok empati menanyakan  korban terkait masalahnya tampa korban  mulai  cerita terhadap dia. Bahkan sering memaksakan  diinginkan agar korban  ikut dengannya.
Padahal dalam posisi seperti itu yang bisa dilakukan oleh seorang pendamping hanya mendengarkan  cerita  dan kemauaan korban. Juga beberapa penanganan kasus kekerasan seksual saat dilaporkan kepihak berwenang semisalnya  LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang mempunyai kapasitas menyelesaikan masalah-masalah 
tersebut, dalam penangananya kadang terkesan lambat dan tertutup atas perkembangan masalah yang  ada. 

Sehinga memunculkan rasa tidak percaya korban pada lembaga. Padahal kasus seperti ini butuh  respon cepat dan penanganan yang tepat, sehinga korban tidak merasa masalahnya diabikan. Laporan laporan kasus kekerasan seksual juga sering menemui jalan buntu ketika di laporkan ke pihak kepolisian,  ada cerita bahkan saat penyelidikan korban sering mendaptkan intimidasi, mendapatkan pelecehan, vitiming bleming, sampai pada ketidak percaaan aparat kepolisan atas masalah yang dilaporkan. 

Tentu dalam beragam kasus penanganan yang salah ini merupakan satu pukulan telak pada psikologis korban,  yang seharusnya mendapatkan perlindungan, pemulihan dan rasa aman. Malah mendapatkan beban 
sikologis tambahan sehinga semakin memperparah kondisi korban. saking traumatiknya ada beberapa  korban memilih untuk menjadi orang yang pendiam,membenci berlebihan terhadap sesuatu, marahmarah tidak terkontrol, menjauh dari lingkungan sosial, bahkan ada yang memilih untuk mengahiri 
hidup dengan jalan bunuh diri. 

Sehinga kita perlu memperhatikan hal-hal seperti ini, minimal kalau tidak  bisa membantu penyintas jangan menjadi beban bagi  mereka. Karena yang dibutuhkan korban pada situasi itu bukan sekedar 
rasa empati dan menjadi heroik. 

Tetapi  bagimana  membentuk  ruang  aman  sehingga  kehadiran  orang-orang  didekat  korban  tidak  memicu  rasa  trauma. Sebagai  pendamping korban  berilah  korban  kepercayaan  dan  rasa  yang  aman   agar  tidak  memicu  sters  dan  depresi  dan  kehidupan  orang-orang  di sekitanya  membuat  dirinya merasa  tenang  dan  damai.  


Catatan kaki : Komnas Perempuan dan Perlindungan Anak, SIMFONI PPA, LPM Aspirasi.

Penulis  Mata  Kaca