Sejak revolusi pertanian ketika makhluk hidup mulai didomestifikasikan, jenis kelamin memilki pengaruh dalam hirarki, orang-orang mulai membeda-bedakan dirinya sebagai perempuan dan laki-laki.
Di Athena Demokratik Abab ke 5 SM, seseorang yang memiliki rahim tidak punya status hukum yang independen dan dilarang turut serta dalam majelis rakyat dan hakum. Tidak ada pemimpin atau filsuf perempuan yang hadir. Mereka tidak mendapat hak politik dalam catatan sejarah.
Rahim menjadi salah satu penghalang manusia, dalam kiprah digelangang publik. Namun tak bisa dipungkiri bahwa nama Athena sendiri menjadi salah satu dewi yang dipercaya. Dalam satu dialognya Kratilos, atau Filsuf Yunani Plato 428/427 SM-348/347 SM memberi pendapat mengenai asal usul nama Athena, menurutnya nama Athena Berasal dari Atheonoa yang berasal dari kata Theos (Dewa) Nous (pikiran), asal usulnya menunjukan sebagai dewi kebijaksanaan yang menggunakan pikiran.
Itu tandanya ada mitos yang dipercaya sebagai perempuan satu kekuatan dewi penyelamat, namun tidak berhenti sampai di situ, kepercayaan mitos inilah melahirkan perempuan memiliki kekuatan seperti penyihir.
Di Tiongkok sejak 1200 SM, ada sebauh ramalan tulang yang digunakan untuk masa depan, di salah satu tulang terukir akankah persalinan Nyonya Hao Mujuri? “bila anak itu Terlahir pada hari Ding, mujir'' bila pada hari Geng, luar biasa mujur, tapi nyonya Hao ternyata melahirkan pada hari Jiayin, artinya tidak mujur. Sementara anaknya perempuan.
Lebih dari 3000 tahun kemudian, saat Tiongkot para Komunis menjalankan kebijakan satu anak, banyak keluarga tiongkok terus mengagap kelahiran anak perempuan sebagai satu kesialan. Kepercayaan tersebut menjadi para orang tua membuang anak perempuan, dan berbondong-bondong mendambakan anak laki-laki sebagai kemujuran.
Sehingga penyingkiran terhadap perempuan begitu masif dilakukan saban itu.
Noval Harari menulis dan mengkrtitisi mitos budaya yang dijadikan suatu kebenaran dan dipertahankan hingga sekarang. Ia menganggap bahwa mitos ini menetapkan baginya peran-peran maskulin yang dominan laki-laki terlibat dalam politik. Hak maskulin misalnya memberi pengaruh dalam pemilu.
Hak perogatif menjadi bungkam Harari, menyebutnya Sapiens Betina yang mengalami diskriminatif di ranah publik. Ruang-ruang emansipasi menjadi kekuasan Jantan yang menamainya laki-laki.
Dalam biologis, manusia dibagai menjadi jantan (fame), dan betina (Famale). Jantan memiliki satu kromoson x dan satu kromosom y, sementara betina memiliki dua X. Namun Harari melihat laki-lak (Man) dan Perempuan (Women) adalah kategori sosial bukan biologis.
Harari memilah dua bagian di mana biologis yang memungkinkan sesuatu itu terjadi, malah budaya melarang hal demikian. Kepercayaan ini membuat perempuan terus terjerumus dalam hak milik patrartki yang sangat menjengkelkan bagi saya.
Perempuan bukan sesuatu yang lain, yang harus diperlakukan secara terpisa dengan laki-laki, seperti catatan sejarah yang ditulisakan dari abad ke abab lalu terus diasingkan.
superiotitas laki-laki telah merubah perempuan menjadi sesuatu yang lain, wacana tersebut sangat lekat dengan laki-laki. Sudah menjadi susatu yang lumrah di tengah masyarakat ketika menganggap kekuatan itu sepenuhnya diberikan kepada laki. Peran ini sangat nyata di kalangan masyarakat terutama di Indonesia yang dominasi patriaki yang berlaku.
Dimana laki-laki mengalami keuntungan lebih dari menguasai. Keinginan laki-laki dari ekspansi untuk berkuasa telah menjadikan perempuan seolah tak beradaya.
Konspirasi manusia ingin menguasai dengan siasat maskulitas yang mengatastenamakan laki-laki memberi ambisi manusia yang berotot menindas manusia lainya.
Tidak berhenti sampai di situ, proses marjinal terhadap perempuan mengalami perubahan dalam menindas. Namun tak bisa dipungkiri pengaruh budaya patriarki memiliki kejayaan pada masa itu dan melanggengkan kekerasan terhadap perempuan semakin meluas di tengah masayarakat dan bahkan semakin bertambah
Penulis Thaty Balasteng
Tulisan ini kami abil dari blog Thaty Balasteng dan kami upload kembali.
0 Komentar