Dokumentasi: Juleha  Masri 

Jujaruh.Com, Tidore - Bidang pemberdayaan perempuan dan sejumlah mahasiswa universitas bumi hijrah menggelar aksi kampanye memperingati 16 Hari  Anti  Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) Kampanye ini bertujuan mengedukasi mahasiswa dan masyarakat bahwa isu kekerasan terhadap perempuan masih menjadi permasalahan yang  harus  di  soroti  karena  marak  ditataran  nasional  maupun  regional.

Saat  diwawancarai  Senin  27 November 2023 Ketua Bidang pemberdayaan perempuan,  Anisa Hi Ali dalam  mengatakan  aksi  yang  digelar  di  depan  kampus  Unibra Akekolano demean isu  yang  diangkat  "Stop  Kekerasan Terhadap  Perempuan"  sebagai  upaya  pencegahan maraknya kekerasan seksual  yang  terjadi baik dilingkungan kampus dan masyarakat, tidak menjadikan semua tempat sebagai ruang aman bagi perempuan

"hal ini juga  menjadi perhatian penuh pemerintah Kota  Tidore  Kepulauan  karena  sudah ada Perda No 4 Tahun  2020 yang bisa menepis angka kekerasan seksual yang terjadi sebab Tidore masuk urutan ke 3 angka kekerasan tertinggi." kata perempuan  yang  akrab  disapa  Nisa.

Berdasarkan data dari dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak (DP3A) Provinsi Maluku Utara pada tahun 2020 tercatat sebanyak 144 kasus kekerasan perempuan dan anak. Tidore masuk urutan ke 7 bersamaan dengan kabupaten Morotai sebanyak 4 kasus.

Sementara  diawal tahun 2022 Januari-Februari menurut data simfoni milik kementrian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak ada 43 kasus yang terjadi di Maluku Utara, Tidore masuk urutan ke 3 setelah Kota Ternata dan Halmahera Utara dengan jumlah 6 kasus ditahun yang sama laporan kasus naik dua kali lipat yakni 48 laporan kasus

Untuk  tahun 2023 Januari-Oktober angka kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak marak terjadi, hal ini menurut “data statistik” terdapat 192 kejadian di maluku utara yang memakan 230 korban dan melibatkan 444 pelaku. Dari jumlah tersebut 34,23% kekerasan seksual.

Dari tahun 2018-2023 telah terjadi 1276 kasus kekerasan dimaluku utara dengan 97,02% korbannya adalah perempuan dan 13,09% lainnya adalah laki-laki dan puncaknya pada tahun 2023 korban perempuannya bahkan melebihi total kasus yang terjadi yang 107,81%

Ia  juga  menambahakan  Pencegahan dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan tentunya membutuhkan sinergi dan kerjasama dari berbagai kalangan masyarakat untuk bergerak secara serentak, baik kalangan aktivis HAM perempuan, pemerintah, maupun masyarakat secara umum.

Meskipun  strategi yang diterapkan dalam kegiatan kampanye ini sangatlah beragam. Sebab  setiap daerah memiliki strategi berbeda sesuai dengan kondisi ekonomi, sosial, dan budaya, serta situasi politik setempat.

"Namun tujuan pasti kampanye ini yaitu meningkatkan pemahaman mengenai kekerasan berbasis gender sebagai isu HAM" Tambahnya.

Harapannya  bahwa  gerekan  akan  terus  berlanjut  dengan  berkolaborasi  dan  membangun kerjasama berbagai komponen agar bergerak aktif dan lebih solid untuk mengupayakan penghapusan kekerasan terhadap perempuan, serta mendorong kegiatan bersama untuk menjamin perlindungan yang lebih baik bagi para survivor baik di tingkat lokal, nasional, regional maupun internasional. Tutupnya.

Reporter: Juleha  Masri